Seperti Sunan Kalijaga, Kepala BKKBN Promosikan Stunting Melalui Kesenian Wayang di Jawa Tengah

 

SEMARANG, BKKBN — Wayang Kulit dengan lakon Kembang Dewa Retna, digelar dalam kegiatan Komunikasi Advokasi Informasi bersama Mitra Kerja BKKBN yang dilaksanakan pada Selasa (06/01/2024), di Kabupaten Grobogan, Jawa Tengah.

Kembang Dewa Retna sendiri merupakan simbol kekuasaan yang memiliki kekuataan dan berjuang memerangi keangkaramurkaan. Kekuasaan Kembang Dewa Retna dianugerahkan dewata untuk menegakkan keutamaan, kebenaran, dan keadilan yang digambarkan pada tokoh Rama.

Begitulah secuplik kisah wayang kulit yang dilakonkan pada siang itu. Sebuah kisah yang sejalan dengan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional yang secara konsisten dan berkesinambungan memerangi stunting di Indonesia.

Stunting merupakan gagal tumbuh yang terjadi pada anak. Untuk menggapai Generasi Emas di 2045, generasi bebas stunting harus sudah dikondisikan sejak saat ini.

Dalam dialog bersama “Bagong”, Kepala BKKBN, Dr. (H.C.). dr. Hasto Wardoyo, Sp. OG (K), memaparkan, anak stunting pasti bertubuh pendek. Tetapi pendek belum tentu stunting.

Stunting bisa terjadi apabila tidak tercukupinya gizi ibu hamil pada saat mengandung hingga bayi umur dua tahun, atau disebut sebagai periode 1000 Hari Pertama Kehidupan (HPK). Jarak kehamilan juga bisa menjadi penyebab terjadinya stunting.

Menurut dokter Hasto, ada 4Terlalu yang harus dihindari agar anak tidak stunting, yakni Terlalu dekat, Terlalu tua, Terlalu muda dan Terlalu sering melahirkan.

Mendung gelap tidak membuat patah antuisme para peserta kegiatan. Bahkan ketika dokter Hasto mengajukan pertanyaan, peserta berlomba menuju ke depan.

“Batas usia minimal menikah, berapa? tanya dokter Hasto. Umi, Duta GenRe (Generasi Berencana) dari Kudus, lantang menjawab, “21 tahun bagi perempuan, dan 25 tahun bagi laki-laki.”

Umi juga menambahkan bahwa BKKBN menentukan batas minimal usia perkawinan berdasarkan kematangan fisik, terutama pinggul wanita.

Tak lupa dokter Hasto mengingatkan, “Jangan merokok di dekat ibu hamil, karena asap rokok bisa menjadi penyebab terjadinya anak terpapar stunting.”

Acara yang digelar bersamaan dengan Dies Natalis ke-2 ITB Muhammadiyah Grobogan ini, dibuka Wakil Bupati Grobogan dr. Bambang Pujiyanto M. Kes. Ia menyampaikan rasa optimisnya prevalensi stunting bisa turun sesuai harapan pemerintah.

“Pada 2021, prevalensi stunting di Kabupaten Grobogan mencapai 9,8℅. Untuk tahun ini, kami berharap bisa menurunkan angka stunting hingga zero persen,” tutur Wakil Bupati.

Mitra kerja BKKBN, anggota Komisi IX DPR RI, Edy Wuryanto, M. Kep turut mendukung kegiatan ini sebagai sarana sosialisasi tentang stunting kepada masyarakat. “Menjadi kesepakatan kita bersama untuk memerangi stunting. Kita harus wujudkan generasi bebas dari stunting,” tegasnya.

* Pelayanan KB

Sebelumnya, dokter Hasto beserta Komisi IX DPR RI berkunjung ke Puskesmas Purwodadi 1 untuk memberikan pelayanan KB. Ia berpesan pentingnya ber-KB untuk mencegah stunting. Termasuk menekan risiko terjadinya stunting dengan menghindari 4T.

Untuk menghindari empat Terlalu, BKKBN terus mengingatkan pentingnya KBPP atau KB Pasca Persalinan. Selain itu, BKKBN juga terus melakukan pelayanan KB di masyarakat

“Melalui ber-KB, jumlah kelahiran bisa diatur. Termasuk jarak kehamilan. Dengan minimal jarak tiga tahun bisa lebih terkontrol. Sehingga nantinya keluarga menjadi lebih sejahtera dan berkualitas,” ungkap dokter Hasto, sesaat sebelum melakukan pemasangan KB implan kepada salah satu akseptor.

Seperti Sunan Kalijaga, dokter Hasto melakukan edukasi dan mengajak masyarakat menuju kebaikan melalui kesenian Wayang Kulit. Dalam hal ini untuk bersama-sama menekan stunting sampai ke akarnya, dengan ber-KB serta melakukan pola hidup sehat dan bergizi.

Kegiatan KIE dan Advokasi bersama Mitra Kerja BKKBN ini turut dihadiri Ketua Pimpinan Muhammadiyah Wilayah Jawa Tengah, Ketua Pimpinan Daerah Muhammadiyah, Rektor ITB Muhamadiyah Grobogan, Kepala Perwakilan BKKBN Provinsi Jawa Tengah, dan Forkompinda Kabupaten Grobogan.

Penulis: Rahmitasari

Editor: Santjojo Rahardjo

Source : Keluarga Indonesia

Posting Komentar

0 Komentar