Kepala BKKBN: Hati-Hati Penggunaan Susu Botol yang tidak Steril Sebabkan Diare

 

YOGYAKARTA, BKKBN — Kepala BKKBN RI, Dr. (H.C) dr. Hasto Wardoyo, Sp.OG (K), mengingatkan para ibu agar berhati-hati ketika memberikan susu untuk bayi atau balita. Khususnya dalam penggunaan botol susu.

Hal itu dikatakan dokter Hasto saat berlangsungnya kegiatan Sosialisasi dan KIE Program Bangga Kencana dan Percepatan Penurunan Stunting bersama Mitra.

Mengambil lokasi di Purawisata, Amphitheater, Yogyakarta, Rabu (07/02/2024), acara ini ditujukan untuk Tim Pendamping Keluarga (TPK) yang berada di wilayah Kota Yogyakarta.

“Banyak sekali orang tersesat pakai susu botol atau susu formula, akhirnya anaknya banyak diare. Kenapa diare? Bukan karena susunya, tapi karena botolnya tidak steril. Bekas susu yang tersisa di dalam botol menjadi sarang bakteri, kalau botol tidak betul- betul disteril,” urai dokter Hasto.

Ia mengatakan untuk mengatasi stunting harus dilakukan tepat sasaran. Yang pasti, ketika kemampuan intelektual dan skill seseorang (anak) bagus, itu menunjukkan bahwa ia tidak stunting.

“Presiden yang akan datang juga harus mengutamakan pembangunan SDM,” ujar dokter Hasto berharap.

Dokter spesialis kandungan dan kebidanan ini kembali mengingatkan bahwa cegah stunting penting di periode 1000 Hari Pertama Kehidupan (HPK). Atau sejak terjadinya konsepsi sampai usia bayi dua tahun.

Konsepsi adalah bertemunya sel telur dan sperma. Keduanya harus bagus untuk dapat menentukan kualitas janin yang akan dikandung ibu. Sejalan dengan itu, perkembangan otak bayi maksimal hingga usia dua tahun.

Selanjutnya, Allah akan menutup ubun-ubun bayi setelah usia dua tahun. Kecil kemungkinan perkembangan otak bayi setelah usia dua tahun.

“Jadi, hamil itu harus terencana. Kalau hamil jangan main-main, kalau main-main jangan hamil,” ucap dokter Hasto.

Ciri khas stunting adalah bertubuh pendek. Tapi pendek belum tentu stunting. Ciri yang lebih khas lagi, otak anak stunting tidak cerdas dan orang stunting sering sakit-sakitan.

Ketika dewasa, anak stunting akan mengalami central obes yang mudah kena penyakit darah tinggi, jantung, stroke, dan sejenisnya. “Terjadinya stunting ini biasanya kekurangan asupan protein hewani,” imbuh dokter Hasto.

Menyorot D.I. Yogyakarta, dokter Hasto mengatakan wilayah ini banyak dihuni orang tua. Kemiskinan juga tinggi karena banyak orang tua tidak produktif. Sementara harapan hidup laki-laki lebih rendah.

Kondisi itu menyebabkan banyak janda tua tidak produktif. Untuk itu, pentingnya pemberdayaan perempuan agar mereka lebih produktif untuk mengatasi middle-income trap,” ucap dokter Hasto.

* Sensitif-Spesifik

Plt. Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3AP2KB) D.I. Yogyakarta, Drs. Yunianto Dwi Suseno, mengatakan upaya percepatan penurunan stunting di Kota Yogyakarta dilakukan melalui intervensi sensitif dan spesifik.

Intervensi ini melibatkan lintas sektor dari tingkat kelurahan hingga kota, dan menyasar lima kelompok. Targetnya, tahun 2023 prevalensi stunting di Kota Yogyakarta lebih rendah dari 13,8 persen yang terjadi di tahun 2022.

Ia mempertegas bahwa percepatan penurunan stunting di Kota Yogyakarta sudah di arah yang benar. Ini terbukti adanya penurunan angka stunting dari 17,1 persen pada 2021 menjadi 13,8 persen tahun 2022.

Dalam upaya mengatasi masalah stunting, Yunianto mengatakan, remaja putri, calon pengantin, ibu hamil, ibu pasca salin dan bayi di bawah dua tahun atau baduta, menjadi sasaran pendampingan Tim Pendamping Keluarga atau TPK.

Tim ini terdiri tiga orang dari unsur kader KB, kader PKK dan bidan. Secara nasional, TPK berjumlah 200.000 tim, dengan 600.000 anggota, tersebar di seluruh pelosok pedesaan.

Pada acara tersebut turut hadir Plt. Direktur KIE Dr. Dadi Ahmad Roswandi, M.Pd; Kepala Perwakilan BKKBN D.I. Yogyakarta, Dra. Andi Ritamariani, M.Pd; Ketua DPRD Kota Yogyakarta, Danang Rudiyatmoko; Ketua Komisi A DPRD D.I. Yogyakarta, Eko Suwanto, ST, M.Si; dan Ketua Tim Penggerak PKK Kota Yogyakarta, Atik Wulandari, SP.*

Penulis : Tri Wulandari Henny Astuti

Editor: Santjojo Rahardjo

Source : BKKBN

Posting Komentar

0 Komentar