Gerd Salah Satu Faktor Stunting pada Baduta

 

JAKARTA, BKKBN --- Tahun 2024 merupakan tahun ketiga  pelaksanaan Audit Kasus Stunting (AKS). Sejumlah  pihak terkait telah banyak belajar bagaimana penanganan terhadap kasus stunting. Dimulai dengan tahapan verifikasi kasus, menilai kasus sampai  menentukan intervensi yang tepat. Juga evaluasi intervensi yang diberikan, apa tepat sasaran dan mampu memberi dampak untuk lebih baik.

"Kasus yang diangkat adalah kasus kompleks dengan penyakit penyerta dan faktor risiko berat butuh penanganan yang tepat,” ujar Nopian Andusti, SE, MT, Deputi Bidang Keluarga Sejahtera dan Pemberdayaan Keluarga  BKKBN, mewakili Kepala BKKBN, saat membuka kegiatan Aksi Pasti II Tahun 2024 yang dilaksanakan secara hybrid, Rabu (19/06/2024).

Dalam Aksi Pasti ini ada dua kabupaten di Provinsi Jawa Tengah yang memaparkan hasil AKS, “Kabupaten Banjarnegara dan Boyolali telah terpilih melalui seleksi tingkat provinsi sampai nasional atau pusat,” kata dr. Irma Ardiana, MAPS, Direktur Bina Keluarga Balita dan Anak BKKBN.

Adapun Kabupaten Banjarnegara memaparkan tentang praktik baik kasus stunting pendampingan calon pengantin (catin) dan ibu hamil dan Kabupaten Boyolali pada ibu pasca persalinan dan bayi di bawah dua tahun (baduta).

Ada yang menarik dalam pemaparan kedua kabupaten. Kabupaten Boyolali memberi contoh salah satu kasus yang terjadi pada anak baduta stunting dengan berat badan 6 kg di usia 18 bulan. Setelah di lakukan pengukuran,  anak tersebut tidak hanya kurang berat badan tetapi juga tinggi badan sangat kurang. 

Setelah dilakukan pengecekan ternyata anak tersebut sulit menelan saat diberi Makanan Pendamping Air Susu Ibu (MPASI). Juga ada keterlambatan gerak kasar, bahasa, sosial, kemandirian, pernah dirawat inap dan pernah dipasang NGT selama dua bulan yang kemudian tidak dilanjutkan kontrolnya.

Diketahui juga imunisasi yang diterima anak tersebut tidak lengkap dan memiliki "gerd" (karena sering muntah). Setelah diintervensi, anak tersebut akhirnya berhasil naik berat badan, sudah dapat berjalan, bisa berbicara, makan sudah naik dari tiga sendok menjadi 10-15 sendok. Dan tetap dilakukan pendampingan oleh Tim Pendamping Keluarga (TPK) dan pemerintah desa juga aktif melakukan perawatan rutin terhadap anak tersebut. 

Di Kabupaten Banjarnegara kasus yang di 'highlight' adalah kasus ibu hamil dengan usia risiko kehamilan, yakni 40 tahun, dengan terindikasi anemia. Setelah dilakukan intervensi, ibu tersebut dapat melahirkan dengan selamat, dalam kondisi sehat, termasuk bayi yang dilahirkan, dan diminta kepada si ibu untuk memaksimalkan pemberian ASI.

Kabupaten Banjarnegara memiliki inovasi yang telah dilakukan di tahun 2023 yaitu pelaksanaan AKS yang didukung  14 dokter spesialis kandungan yang turun ke 22 kecamatan. Di tahun 2024, tidak hanyak dokter spesialis kandungan tapi ditambah 13 dokter spesialis anak. 

●AKS 5 Pasti

Ada yang berbeda dengan AKS tahun 2024. Sebelumnya di tahun 2023, AKS mengusung Petik Aksi (Praktik Baik Audit Kasus Stunting). Di tahun ini menjadi Aksi Pasti (Audit Kasus Stunting Indonesia untuk 5 Pasti). 

“5 Pasti dapat terimplementasi yaitu pastikan keluarga target sasaran sudah ditetapkan sesuai risiko stunting,  pastikan setiap keluarga target sasaran masuk daftar sasaran intervensi, pastikan keluarga sasaran memperoleh pelayanan, setiap sasaran memanfaatkan program intervensi sesuai peruntukannya dan memastikan apa yang sudah kita lakukan tercatat dan terlaporkan,” kata dr. Irma.

“Di tahun 2024 kami melakukan penyesuaian AKS, di tahap 2, 3 dan 4, tidak terlalu banyak tetapi focus dengan bagaimana pendampingan yang dilakukan. Di tahap 2 ada limitasi jumlah kasus yang diaudit, kertas kerja yang sudah direvisi, form juga sudah per auditee agar lebih spesifik."

"Di tahap 3, proses pelaporannya bagaimana peran BKKBN provinsi dan pemerintah daerah kabupaten/kota untuk memastikan 5 Pasti dijalankan dengan baik. Di tahap 4, memastikan bahwa kita betul melakukan evaluasi kepada form auditee dan menceklis apakah status risiko membaik,” tambahnya.

Realisasi anggaran Bantuan Operasional Keluarga Berencana (BOKB) untuk AKS sendiri masih sangat rendah, hanya sebesar 4.89% (data aplikasi Morena per 8 Juni 2024). 

Menurut data dari tools monitoring satgas, 31 Mei 2024, tahap 1 sudah tercapai 100%, 508 kabupaten/kota sudah melaksanakan AKS tahap 1. Sebanyak 340 kabupaten/kota (66.1%) sudah melaksanakan AKS Tahap 2. Tahap 3 dan 4 masih sangat rendah, hanya 33 kabupaten/kota (6.6%) yang sudah melaksanakan AKS, dan sebanyak tiga kabupaten/kota (0.6%) sudah melaksanakan AKS Tahap 4.

Dokter Irma menaruh harapan pembelajaran praktik baik dari Aksi Pasti ini dapat menjadi rujukan kabupaten/kota  bagaimana mengimplementasikan AKS  secara berkualitas.

Dalam kegiatan ini hadir  Wakil  Bupati Boyolali, Wahyu Irawan, SH; Pj. Bupati Banjarnegara, Muhammad Masrofi S.Sos, M.Si. Hadi juga Hendro Cahyono, SE, Kepala Dispermasdes PPKB Banjarnegara; dr. Susanto Rahmad, N.Sp.OG, Koordinator Tim Pakar AKS Banjarnegara.

Turut hadir dr. Ratri S Survivaliba, MPA, Kepala DP2KBP3A Kabupaten Boyolali; dr. Haris Sukastyo, Sp.OG, Ketua Tim Pakar AKS Kabupaten Boyolali; Dr. dr. Lucy Widasari, M.Si, pakar kesehatan dan gizi; Muhammad Kodir, Program Officer Sekretariat Percepatan Penurunan Stunting Pusat.*

Penulis: Fatimah

Editor: Santjojo Rahardjo

Source : BKKBN

Posting Komentar

0 Komentar