Kegiatan tersebut dilaksanakan Senin (15/1/2024), di Rumah Aspirasi yang terletak di Kelurahan Sinduadi, Mlati Sleman, DI Yogyakarta.
Acara bertajuk Promosi dan KIE Program Percepatan Penurunan Stunting di Wilayah Khusus ini diikuti tokoh agama, tokoh masyarakat, dan PKK Kalurahan se Kapanewon Mlati.
Mewakili Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana Kabupaten Sleman, Kepala Bidang M. Daroji SKM, MPH menyampaikan bahwa pencapaian Indonesia Emas 2045 sangat bergantung pada keberhasilan negara ini dalam penurunan prevalensi stunting.
“Salah satu kunci keberhasilan pencapaian Indonesia Emas 2045 adalah dengan membebaskan anak-anak yang baru lahir dan yang akan lahir dari stunting,” demikian ditegaskan Daroji.
Dijelaskannya bahwa selain menyebabkan pertumbuhan fisik terhambat, yang tidak kalah berbahaya bagi pencapaian Indonesia Emas 2045 adalah bahwa stunting menyebabkan anak menjadi terhambat perkembangan kecerdasannya. Dan saat mencapai usia produktif akan mudah menderita sakit.
Hal ini tentunya menurunkan kualitas SDM nasional yang diperlukan untuk akselerasi kemajuan dan produktivitas bangsa pada 2045 nanti.
Daroji juga menambahkan bahwa 1000 hari pertama kehidupan (1000 HPK) merupakan golden period (masa emas) dalam mencegah anak dari stunting. Selain dengan memberikan asupan gizi yabg cukup bagi calon ibu, ibu hamil/menyusui dan anak, juga perlu diperhatikan pola asuh anak.
Hal ini karena banyaknya faktor yang dapat mempengaruhi munculnya stunting. Pengasuhan yang salah yang mengakibatkan anak terpapar asap rokok misalnya, dapat mempengaruhi miunculnya stunting.
Terkait capaian penurunan stunting, Kepala Perwakilan BKKBN DIY, Dra. Andi Ritamariani M.Pd, mengungkapkan bahwa Kabupaten Sleman dalam pengukuran SSGI memiliki angka stunting 15 persen pada 2022 atau lebih rendah dari angka stunting DIY sebesar 16,4 persen.
Sedangkan angka stunting pada 2023 yang pengukurannya dilaksanakan Kementerian Kesehatan melalui Survei Kesehatan Indonesia (SKI) masih menunggu rilis kementerian.
“Walau sudah lebih rendah dari rata-rata angka stunting DIY, namun upaya penurunan stunting tidak boleh kendor, karena target nasional adalah 14 persen,” ujar Ritamariani mengingatkan.
Ritamariani menambahkan sebelum terbitnya Perpres Nomor 72 tahun 2021 Tentang Percepatan Penurunan Stunting, pendekatan atas permasalahan stunting masih berbasis pendekatan individu atau kasus per kasus.
Kini, dengan Perpres tersebut penanganan stunting dilakukan berbasis keluarga, sehingga Kepala BKKBN pusat ditunjuk sebagai koordinator.
Keluarga berawal dari perkawinan. Untuk itu, dalam kaitan pencegahan stunting, Ritamariani mengajak remaja untuk memperhatikan usia menikah ideal bagi perempuan yang nantinya akan hamil dan melahirkan, yaitu minimal 21 tahun.
Pada usia tersebut pertumbuhan tulang panggul sudah sempurna sehingga siap untuk hamil dan melahirkan.
Penulis: FX Danarto SY
Editor: Santjojo Rahardjo
Source: BKKBN
0 Komentar