KULON PROGO, BKKBN – Tim Pendamping Keluarga (TPK) adalah ujung tombak percepatan penurunan stunting di level masyarakat terbawah. Karena TPK lah yang diharapkan menjadi yang pertama menemukan, merujuk, dan mendampingi calon pengantin dan keluarga risiko stunting.
Tugas ini sangat berat. Betapa tidak, agar kelompok sasaran mau didampingi dan melaksanakan rekomendasi, mereka pertama-tama harus dapat memberikan contoh sebagai keluarga yang rukun bahagia dan hidup sehat.
Hal tersebut diungkapkan Kepala BKKBN Dr. (H.C.) dr. Hasto Wardoyo, Sp.OG(K) saat memberikan pesan kepada 200 lebih anggota TPK, tokoh masyarakat, tokoh agama, dan generasi muda pada acara Sosialisasi Dan KIE Program Bangga Kencana Dan Percepatan Penurunan Stunting Bersama Mitra Kerja di kawasan kuliner Watumurah, Girimulyo Kulon Progo (DI Yogyakarta), Minggu (21/01/2024).
Di resto Iwak Kalen, masyarakat tampak antusias menyambut Kepala BKKBN yang pernah menjabat sebagai Bupati Kulon Progo itu.
“Tim Pendamping Keluarga harus menjadi contoh keluarga harmonis yang sakinah mawadah warohmah agar pesan pencegahan stunting yang disampaikan dapat lebih efektif,” ungkap dokter Hasto, demikian Kepala BKKBN ini akrab disapa.
Lebih jauh dokter Hasto menekankan pola asuh termasuk pola makan yang diajarkan atau dibiasakan dalam keluarga sangat berpengaruh untuk timbul atau tidaknya stunting pada anak dalam keluarga.
Oleh karenanya keharmonisan dalam keluarga perlu dijaga, karena untuk mengasuh anak selain ilmu parenting juga diperlukan sosok orangtua yang tenang, bahagia, dan tidak berkonflik. Terkait hal tersebut kondisi keluarga anggota TPK harus bisa menjadi contoh.
Dokter Hasto juga tak lupa berpesan agar para kader menyampaikan pentingnya pemberian ASI ekslusif hingga 6 bulan yang dilanjutkan hingga 24 bulan dengan makanan pendamping ASI (MPASI).
Selain itu, penting juga untuk memenuhi kebutuhan protein hewani, terutama dari ikan karena mengandung DHA dan Omega 3. Tidak harus yang mahal. Ikan lele yang murah dan mudah didapat justru lebih baik kandungan proteinnya dari daging sapi yang harganya jauh lebih mahal, tambah dokter Hasto.
Turut hadir bersama dokter Hasto, tenaga ahli BKKBN Pusat, Dr. dr. Riyo Kristian Utomo, yang menyampaikan bahwa upaya bersama untuk mencegah stunting sangat penting. Saat ini di dunia stunting menyumbang 16 persen dari total jumlah kematian. Penelitian lain membuktikan pasien yang saat lahir stunting lebih rentan mengalami gangguan organ jantung.
Lebih lanjut, Riyo Kristian mengapresiasi BKKBN yang mencegah stunting dari hulu dengan screening kesiapan calon pengantin sejak dini melalui Elsimil. "Sangat penting untuk memutus mata rantai kebiasaan hidup yang dapat menyebabkan risiko stunting," tutup Riyo dalam paparannya
• Stunting turun menjadi 9,4%
Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DPMDPPKB) Kulon Progo, Ariadi, yang mendampingi Ketua DPRD Kulon Progo, Akhid Nuryati, menyambut kehadiran dokter Hasto dan Tim Pusat maupun tim Perwakilan BKKBN DIY.
Ia melaporkan data kondisi stunting dan upaya percepatan penurunan stunting di Kulon Progo. Berdasar Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) tahun 2022, prevalensi stunting di angka 15,8 persen dan sedikit naik pada 2023.
Namun berdasarkan pengukuran langsung oleh kader di Posyandu yang dihimpun Dinas Kesehatan mencatat angka stunting tahun 2023 turun menjadi 9,4 persen. Ariadi mengatakan angka stunting ditargetkan bisa lebih turun pada 2024.
Sedangkan Akhid Nuryati menjelaskan aspek kebijakan penanganan stunting. Dengan adanya Kampung Keluarga Berkualitas diharapkan semua dinas dapat berkolaborasi mengatasi stunting dengan dukungan komitmen dan ketersediaan anggaran.
Penulis : Rahmat Hidayat dan FX Danarto SY
Editor: Santjojo Rahardjo
Source : BKKBN
0 Komentar