JAKARTA---Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) terus berupaya mempercepat menurunkan prevalensi stunting dengan cara mencegah lahirnya bayi stunting. Upaya itu untuk menyiapkan generasi Indonesia yang unggul di masa Indonesia Emas 2045.
Hal tersebut disampaikan Pelaksana Tugas (Plt) Deputi Bidang Keluarga Berencana dan Kesehatan Reproduksi (KBKR) BKKBN Drs Sukaryo Teguh Santoso, M.Pd. saat membuka Webinar Seputar Keluarga Berencana dan Keluarga Sejahtera (SKS) dengan tema "Pencegahan Stunting untuk Mempersiapkan SDM Generasi Emas 2045: Studi dan Implementasinya" yang digelar secara hybrid pada Kamis (21/12/2023).
Menurut Teguh, berdasarkan Data World Population Review tahun 2022 menunjukkan bahwa nilai rata-rata IQ orang Indonesia sekitar 78,49. Nilai tersebut membuat Indonesia berada pada posisi 130 dari 199 negara yang diuji.
Hal ini menunjukkan bahwa IQ orang Indonesia tergolong rendah di level dunia. IQ ini merupakan taraf kecerdasan yang digunakan untuk mengukur kemampuan seseorang dalam penalaran hingga menyelesaikan masalah.
Kemampuan ini diantaranya adalah intelektual, logika, matematis, strategis dan analisis. Pengukuran IQ dapat dilakukan dengan tes IQ sesuai dengan kelompok usia tertentu.
"Dan menurut The Bachelor of Adult Intelligence Scale dan Stanford-Binet score IQ rata-rata berada di antara 90 sampai dengan 109. Di atas angka tersebut dianggap score IQ-nya tinggi dan di bawah angka tersebut dianggap rendah. Sedangkan untuk score di bawah 70 berarti ada kendala perkembangan atau ketidakmampuan belajar," kata Teguh dalam webinar yang ditayangkan secara live melalui YouTube Channel @BKKBN Official bertempat di Jakarta
"Jadi kalau kita melihat rata-rata IQ yang saya sampaikan tadi, 78,45, artinya bahwa memang rata-rata IQ kita jauh di bawah IQ normal dan itu menjadi sebuah tantangan besar bagi kita semua di masa depan. Program penurunan stunting ini adalah bentuk nyata, komitmen pemerintah untuk mempersiapkan sumber daya manusia Indonesia yang unggul dan berdaya saing. Salah satu upaya komitmen pemerintah adalah mempersiapkan SDM unggul berdaya saing melalui pencegahan stunting dengan menggalakkan upaya intervensi baik spesifik maupun secara sensitif, perbaikan gizi dan faktor-faktor lingkungan lain yang sangat berpengaruh," ujar Teguh.
Kualitas dan berdaya saing yang dilaksanakan dengan pendekatan edukasi dengan pemberian sumber protein hewani, dan lain sebagainya.
"Tentu saja 1.000 Hari Pertama Kehidupan (HPK) itu menjadi penting bagi kita semua dan itu perlu diliterasi kepada seluruh keluarga. Karena selama 1000 HPK tersebut ada hal yang sangat menentukan, yaitu pertumbuhan sel otak secara teori, bahwa pertumbuhan sel otak 80% itu terbentuk sampai dengan usia 2 tahun. Gagal kita memenuhi kebutuhan gizi yang baik bagi anak balita, termasuk pada masa konsepsi sampai dengan hari ulang tahun kedua, maka potensi gagal tumbuh, gagal berkembang, dan gagal sehat itu akan terjadi pada balita yang sering kita kenal dengan stunting," ucap Teguh.
Hasil temuan dan rekomendasi yang disampaikan para narasumber pada kegiatan ini diharapkan dapat dijadikan sebuah wahana atau dialog interaktif untuk mengupas tuntas tentang bagaimana penjagaan stunting untuk mempersiapkan sumber daya manusia generasi emas tahun 2045 yang unggul dan berdaya saing.
Dokter Spesialis Obgyn dr. Ni Made Desy Suratih, Sp.OG, Subsp. F.E.R, MM menyampaikan paparannya yang menyebutkan, nutrisi yang buruk dapat mengakibatkan perubahan pertumbuhan struktur tubuh, fungsi, dan metabolisme dan peningkatan resiko dari penyakit seperti jantung koroner pada masa kehidupan berikutnya.
Kehamilan Tidak Direncanakan
dr. Ni Made Desy juga mengungkapkan 4 dari 10 wanita melaporkan kehamilan yang tidak direncanakan; Kematian perinatal 50% lebih tinggi pada bayi yang lahir dari ibu remaja; Kondisi maternal undernutrisi dan defisiensi besi mengakibatkan resiko 20% dari kematian maternal; serta BBLR, KMK, Kelahiran prematur dapat dicegah dengan suplemen multiple mikronutrien daripada hanya suplemen zat besi dan asam folat.
Dirinya juga mengungkap, bahwa pada dunia berkembang, terdapat 222 juta wanita yang ingin merencanakan keluarga dan hidup mereka namun belum mendapatkan akses kontrasepsi modern. Kebutuhan yang belum terpenuhi ini terbesar di kalangan wanita di bawah usia 20 tahun.
Sebanyak 162 juta wanita tinggal di negara-negara termiskin di dunia, dengan 50 juta di wilayah sub-Sahara Afrika, 79 juta di Asia Selatan, dan 23 juta di Asia Tenggara. Setiap tahun, kebutuhan yang belum terpenuhi ini mengakibatkan 54 juta kehamilan yang tidak diinginkan, 16 juta aborsi tidak aman, dan 79.000 kematian ibu.
Kemudian dirinya memberikan rekomendasi, diet seimbang dan sehat selama masa sebelum konsepsi meningkatkan kesuburan; Pemberian mikronutrien ganda (MMN) sebelum konsepsi memiliki manfaat klinis dalam meningkatkan kualitas sel telur dan embrio, mengurangi waktu untuk konsepsi, dan meningkatkan peluang untuk hamil; Diet sebelum konsepsi penting untuk kualitas konsepsi, prenatal, serta mengurangi angka kematian dan penyakit pada masa kehamilan.
Selanjutnya Dr. dr. Meta Herdiana Hanindita, Sp.A (K) yang menyampaikan paparannya tingkat dan tren gizi buruk pada anak (Estimasi Bersama Gizi Buruk Anak oleh UNICEF/WHO/Kelompok Bank Dunia) - Temuan Utama Tahun 2021: Kurang gizi 45,4 juta, Pada tahun 2020, kurang gizi terus mengancam nyawa sekitar 6,7% atau 45,4 juta anak di bawah usia 5 tahun secara global; Sejumlah 38,9 juta, estimasi sekitar 5,7% atau 38,9 juta anak di bawah usia 5 tahun di seluruh dunia terkena masalah kegemukan pada tahun 2020; sebanyak 149,2 juta Stunting mempengaruhi sekitar 22% atau 149,2 juta anak di bawah usia 5 tahun secara global pada tahun 2020.
Dirinya menyampaikan juga beberapa rekomendasi dari WHO agar ibu melakukan inisiasi menyusui dini (1 jam pertama); Menyusui eksklusif (0-6 bulan dan dilanjutkan menyusui 6-24 bulan atau lebih); dan MPASI dengan gizi seimbang.
Hadir juga Peneliti Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Okriyanto, S.Si, M.Si. yang menyampaikan hasil penelitiannya di Provinsi Kalimantan Tengah bahwa Prevalensi stunting di Prov. Kalteng terus menunjukkan perbaikan dari tahun ke tahun, akan tetapi: Masih diatas angka nasional & urutan 11 tertinggi dari 34 Provinsi; diatas ambang batas WHO (<20%); di atas target nasional (14%) tahun 2024; dan di atas target Provinsi (15,38%) tahun 2024.
"Saat ini, Aplikasi Elsimil tidak hanya digunakan untuk melakukan skrining, edukasi Kespro dan pendampingan terhadap catin/caPUS oleh TPK, namun digunakan untuk mengetahui kelompok sasaran lainnya yaitu: Ibu Hamil, Ibu Pasca Persalinan, dan Baduta. Kemudian pernikahan usia anak cukup tinggi, bahkan terdapat tradisi kumpul bersama tanpa ikatan pernikahan dianggap tidak menjadi permasalahan; dan Tidak semua Catin patuh untuk konsumsi TTD, karena merasa mual saat meminumnya," ungkap Oktriyanto.
Penulis : Tri Wulandari Henny Astuti
Editor: Kristianto
Source: BKKBN
0 Komentar